Les Bahasa Belanda

UJIAN BASISEXAMENINBURGERING A1

Beberapa orang cukup kewalahan dalam mempersiapkan Ujian Basisexamen Inburgering. Tapi sebagian lagi bingung, itu ujian apa sih? Mungkinkah ...

Monday, August 25, 2025

Pembukaan Kelas Periode bulan September 2025

  



Mulai aktivitas barumu di bulan September 2025 dengan belajar Bahasa Belanda! Karta Pustaka membuka pendaftaran kelas online dan privat dengan pilihan yang fleksibel sesuai kebutuhanmu.

Kursus Online (Mulai Juli 2025):


  • Kelas A1.1 Online (Pemula): Belajar dari dasar dengan 10 kali pertemuan. Biaya hanya Rp390.000,-. Kelas setiap Senin & Rabu (18.30 - 20.00 WIB).
  • Kelas A1.2 Online (Lanjutan A1.1): Lanjutkan pembelajaranmu dengan 12 kali pertemuan. Biaya hanya Rp450.000,-. Kelas setiap Selasa & Jumat (18.30 - 20.00 WIB).
  • Kelas A1.3 Online (Lanjutan A1.2): Lanjutkan pembelajaranmu dengan 14 kali pertemuan. Biaya hanya Rp490.000,-. Kelas setiap kamis (18.30 - 20.00 WIB).

Setiap kelas online memiliki kapasitas 5-15 siswa, memastikan pembelajaran yang efektif. Jangan lupa, ada juga buku materi seharga Rp175.000,- untuk menunjang belajarmu.


Info Lebih Lanjut & Pendaftaran:

Jangan ragu untuk menghubungi Kartu Pustaka melalui:

  • Telepon/WhatsApp:
    • +62 857-5057-9272 (Lifiana)
    • +62 813-3899-8527 (Depok)
  • Instagram: @kartapustaka
  • Facebook: @kartapustaka
  • TikTok: kartapustaka
  • Situs web: kartapustaka.blogspot.com

Lokasi offline Karta Pustaka berada di Bogem, Kalasan, Yogyakarta.

Raih kesempatanmu untuk menguasai Bahasa Belanda bersama Karta Pustaka. Daftarkan dirimu sekarang!

 

Memperkuat Bahasa Belanda untuk Semua Warga Brussels

 



Bahasa merupakan suatu kunci penting dalam setiap aspek kehidupan tidak terluput guna membuka peluang baru, dan Brussels sedang mengupayakan hal tersebut. Menteri Flemish Brussel, Cieltje Van Achter, meluncurkan rencana guna memperkuat posisi bahasa Belanda di ibu Kota nya. Rencana tersebut disebut "Totaalplan Nederlands voor Brussel," dimana tujuan dari diluncurkannya rencana itu adalah untuk memastikan bahasa Belanda dapat diakses dan digunakan oleh setiap orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Wah, ternyata tujuannya simpel tapi sangat berarti, ya sobat. Rencana ini fokus pada tiga pilar utama aspek kehidupan, diantaranya:

1. Anak-anak dan Remaja

Anak-anak dan remaja memegang pernanan penting sebagai generasi muda. Menteri Van Achter percaya bahwa penguasaan bahasa Belanda yang baik sejak dini adalah investasi terbaik. Rencana ini akan mendorong orang tua untuk memilih layanan penitipan anak berbahasa Belanda dan mendukung penggunaan bahasa ini di taman bermain serta sekolah. Hal ini dilakukan guna membiasakan anak-anak hidup dan berinteraksi dengan menggunakan Bahasa Belanda, sehingga mereka bisa terbiasa dan familiar dengan Bahasa Belanda ini.

2. Dewasa

Bagi orang dewasa, kemampuan berbahasa Belanda dianggap sebagai "kunci menuju masa depan yang lebih baik." Hal ini dipercaya karena dengan adanya kemampuan berbahasa Belanda yang baik, maka kita dapat membuka jalan menuju pekerjaan, pendidikan, dan integrasi yang lebih baik pula. Kampanye khusus juga akan diluncurkan untuk meningkatkan kehadiran bahasa Belanda di tempat-tempat umum seperti hotel, restoran, dan toko. Wah ternyata, bener-bener ada aksi nyata ya sobat, gak cuma kata-kata saja.

3. Layanan Publik


Pilar ketiga ini fokus pada layanan publik. Hal ini bertujuan untuk memastikan setiap warga dapat mengakses layanan berkualitas tinggi dalam bahasa Belanda, mulai dari rumah sakit hingga layanan darurat. Rencana ini juga mencakup proyek percontohan untuk meningkatkan kemampuan dwibahasa staf rumah sakit dan meningkatkan pengetahuan bahasa Belanda di kalangan dinas keamanan.

Menteri Van Achter mengungkapkan, “Dari lahir hingga tua, Anda harus mampu memanfaatkan layanan berkualitas tinggi dalam bahasa Belanda,” simpul Van Achter. “Harus menjadi bukti nyata bahwa Anda mampu mempraktikkan dan menggunakan bahasa Belanda di Brussel.” Ya, rencana ini bukan hanya soal bahasa, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih terintegrasi, setara, dan penuh peluang bagi seluruh warga Brussels.

Referensi:

https://www.belganewsagency.eu/flemish-minister-launches-plan-to-strengthen-position-dutch-language-in-brussels

 

Wednesday, August 13, 2025

Belanda Menghadapi Tantangan Penduduk?

 


Siapa sangka, di balik gemerlap keramaian kota-kota hits di Belanda, Belanda sedang menghadapi tantangan besar terkait penurunan populasi. Hah? Kok bisa? Iya sobat, walaupun tren ini tidak terjadi di seluruh Belanda, tetapi dampaknya mulai terasa di beberapa wilayah, lho sobat. Terus, apa penyebabnya dan bagaimana Belanda menghadapinya?

Mengapa Populasi Menurun?

Penurunan populasi di Belanda ini bukan dikarenakan satu faktor saja, melainkan gabungan dari beberapa faktor. Tiga alasan utamanya adalah:

  1. Angka Kelahiran Menurun: Semakin sedikit anak yang lahir, berarti jumlah penduduk muda juga berkurang.
  2. Urbanisasi: Keluarga, kaum muda, dan individu berpendidikan tinggi cenderung pindah ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan, pendidikan, dan fasilitas yang lebih baik.
  3. Penuaan Penduduk: Ketika kaum muda pergi, yang tersisa adalah populasi lansia yang semakin menua.

Wilayah seperti Zeeland Flanders, Limburg selatan, serta Groningen utara dan timur adalah beberapa yang paling terdampak. Diperkirakan, populasi di area ini akan menurun hingga 16% pada tahun 2040.

Infografis tentang krimpgebieden en anticipeergebieden di Nederland. Informasi dari infografis tersedia di halaman.

Ilustrasi menunjukkan wilayah dengan penurunan populasi saat ini (merah muda) dan yang diproyeksikan (oranye).

 

Dampak yang Terasa Langsung

Ketika penduduk, terutama kaum muda, pergi, maka efek domino bisa langsung berasa. Lingkungan yang ditinggalkan menjadi kurang menarik bagi bisnis, harga rumah menurun, dan berbagai fasilitas umum mulai menghilang. Bayangkan saja, sekolah-sekolah terpaksa digabung karena kekurangan murid, toko-toko kecil bangkrut, dan layanan publik seperti transportasi umum menjadi kurang efisien. Masyarakat yang tersisa, terutama lansia, harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan fasilitas dasar. Wah ternyata bisa sebegitu berpengaruh ya sobat.

Belanda Langsung Memikirkan Solusi Inovatifnya

Tentunya Belanda tidak tinggal diam. Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Pendekatan mereka berfokus pada tiga pilar utama: perumahan, fasilitas, dan aktivitas ekonomi.

  1. Pendekatan Kolaboratif: Kunci utamanya adalah kolaborasi. Pemerintah provinsi, kota, bahkan hingga daerah berkolaborasi dengan asosiasi perumahan, lembaga perawatan, sekolah, pelaku bisnis, hingga komunitas lokal. Mereka berpikir bersama untuk mencari solusi yang paling sesuai untuk setiap wilayah, karena masalah di satu kota bisa berbeda dengan kota lain. Misal, Di satu kota, berkurangnya jumlah rumah tangga dapat menyebabkan lingkungan menjadi kumuh dan rumah-rumah kosong, sementara kota lain mungkin tidak mengalami masalah serupa.
  2. Penggabungan Fasilitas: Daripada menutup total, fasilitas yang ada digabungkan. Misalnya, beberapa sekolah digabung menjadi satu, atau klub olahraga berbagi fasilitas untuk efisiensi.
  3. Mendorong Ekonomi Lokal: Pemerintah membantu mempertahankan dan meningkatkan ekonomi lokal. Caranya beragam, mulai dari mempermudah lulusan sekolah untuk mendapatkan pekerjaan hingga memanfaatkan peluang kerja sama lintas batas dengan negara tetangga seperti Jerman dan Belgia.

Dengan langkah-langkah ini, Belanda memperlihatkan langkah nyata usahanya menjaga agar wilayah yang populasinya menyusut tetap layak huni dan masyarakatnya tetap sejahtera. Ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah negara menghadapi tantangan demografis yang kompleks dengan solusi yang terstruktur dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Apakah Indonesia bisa belajar dari pengalaman Belanda dalam menghadapi tantangan demografi?

 

Referensi:

https://www.government.nl/topics/population-decline/causes-and-effects-of-population-decline

https://www.government.nl/topics/population-decline/tackling-population-decline

 

 

Thursday, August 7, 2025

Kenapa Keturunan Belanda Jarang di Indonesia? Kisah di Balik Jejak yang Hilang

 


 


Indonesia dan Belanda, dua negara yang memiliki keterikatan sejarah yang dalam. Ratusan tahun Indonesia hidup dibawah bayang-bayang Belanda pada masa kolonial dahulu. Tapi, pernahkan sobat KP berpikir, kenapa setelah sekian lama Indonesia dan Belanda hidup berdampingan, tetapi saat ini jarang kita temui orang keturunan Belanda di Indonesia hasil masa kolonial dahulu? Ya ada sih, tapi tidak sebanyak itu dan rata-rata orang blasteran Indonesia Belanda sekarang karena menemukan cintanya saat ini bukan karena ada benang merah masa penjajahan dahulu.

Sebenarnya jawaban dari pertanyaan itu cukup sederhana yaitu "mereka kembali ke negaranya." Tapi kenapa mereka kembali? Ternyata dahulu ada sebuah babak kelam sejarah yang menajadi kunci menghilangnya mereka: sebuah periode yang oleh Belanda disebut Masa Bersiap. Yuk, kita bahas bareng tentang masa bersiap ini!

 


Amarah yang Tersulut Aksi Balas Dendam Pribumi

Tahun 1945 yang kita peringati sebagai tahun kemerdekaan ternyata menjadi awal dari bayangan kelam kolonialisme Belanda di Indonesia. Proklamasi yang berhasil digaungankan Indonesia ternyata tidak menggetarkan Belanda untuk lengser dari masa penjajahan Indonesia. Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia dan mencoba merebut kembali kekuasaannya. Suasana yang tercipta begitu mencekam. Kedatangan Belanda seolah menyiramkan bensin ke api amarah pribumi yang sedang menyala-nyala setelah menggaungkan kemerdekaan Indonesia.

“Kalau badan lagi apes dan kita dicurigai sebagai “andjing NiCA” (mata-mata Belanda), nasib kita akan jelek sekali. Sudah bagus kalau cuman dihajar dan digebukin saja,” tulis Kwee Thiam Tjing dalam Indonesia Raya (15-17 Agustus 1972), seperti dimuat dalam Menjadi Tjamboek Berdoeri: Memoar Kwee Thiam Tjing (2010).

“Masa itu dikenal sebagai masa perjuangan: Bersiap. Belanda menamakannya: Bersiap-Periode,” tulis Rosihan Anwar dalam Napak Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949 (2010).

Di sinilah Masa Bersiap dimulai. Periode ini adalah waktu di mana Pemoeda atau para pemuda pejuang kemerdekaan, dengan seruan "Siap! Siap!" melancarkan serangan terhadap siapa pun yang dianggap pro-Belanda. Kekerasan ini tidak pandang bulu. Korban dari peristiwa ini bukan hanya serdadu Belanda, melainkan juga ribuan orang Indo-Eropa (peranakan Belanda-Indonesia), Tionghoa, dan bahkan etnis Maluku atau Manado yang dianggap bekerja sama dengan kolonial.

Di kota-kota seperti Depok, yang menjadi pusat komunitas Indo-Eropa memuncak pada 11 Oktober 1945, terjadi penjarahan, pembunuhan, dan penyiksaan brutal yang dikenal sebagai peristiwa Gedoran. Kekerasan ini menciptakan trauma yang luar biasa. Banyak kisah pilu muncul tentang bagaimana warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi korban. Penjarahan, pembunuhan, bahkan pemerkosaan terjadi di mana-mana.

Meskipun istilah "Masa Bersiap" lebih sering digunakan dalam literatur sejarah Belanda, bagi banyak orang Indonesia, periode ini dikenal sebagai Revolusi Nasional Indonesia, masa di mana rakyat bersatu untuk mempertahankan kemerdekaan. Namun, di balik semangat heroik itu, tersimpan pula kisah-kisah kekerasan yang kelam.

Jejak yang Hilang: Dampak Masa Bersiap

Masa Bersiap adalah titik balik yang mengubah demografi Indonesia. Kekerasan brutal yang terjadi mendorong Belanda untuk meninggalkan Indonesia secara besar-besaran.

  1. Trauma dan Ketidakamanan: Setelah melewati masa penuh teror, banyak keluarga Belanda dan Indo-Eropa tidak lagi merasa aman. Mereka hidup dalam ketakutan dan permusuhan. Dianggap sebagai musuh oleh pribumi, mereka merasa tidak ada lagi tempat bagi mereka di Indonesia.
  2. Repatriasi Massal: Ketika Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949, pemerintah Belanda memfasilitasi gelombang repatriasi besar-besaran. Puluhan ribu orang Indo-Eropa yang merasa terasing di tanah kelahiran mereka akhirnya memilih untuk pindah ke Belanda. Mereka kehilangan rumah, harta benda, dan identitas.
  3. Hilangnya Status Sosial: Sebelumnya, orang Belanda dan Indo-Eropa menempati posisi istimewa dalam masyarakat. Namun, dengan lahirnya Republik Indonesia, keistimewaan itu musnah. Perubahan ini, ditambah dengan kondisi politik yang tidak stabil, semakin meyakinkan mereka untuk memulai hidup baru di tempat lain.

Masa Bersiap ini menjadi kenangan pahit dalam sebuah perjuangan kemerdekaan, meskipun heroik, tetapi disisilain juga meninggalkan luka yang mendalam. Kisah-kisah yang hilang dari orang-orang keturunan Belanda adalah saksi bisu dari periode kekacauan ini. Memahami Masa Bersiap membantu kita melihat sejarah dengan lensa yang lebih utuh, menyadari bahwa di balik bendera yang berkibar, ada banyak cerita sedih yang terlupakan.

 

Referensi:

https://tirto.id/masa-bersiap-pasca-merdeka-masa-ngeri-tak-ada-sedapnya-cGog

https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/09/080000679/masa-bersiap-pembantaian-orang-belanda-selama-revolusi-kemerdekaan

https://www.ayomalang.com/hiburan/pr-483139505/sejarah-yang-disembunyikan-inilah-kisah-kelam-masa-bersiap-bangsa-indonesia-di-awal-kemerdekaan