Indonesia
dan Belanda, dua negara yang memiliki keterikatan sejarah yang dalam. Ratusan
tahun Indonesia hidup dibawah bayang-bayang Belanda pada masa kolonial dahulu.
Tapi, pernahkan sobat KP berpikir, kenapa setelah sekian lama Indonesia dan
Belanda hidup berdampingan, tetapi saat ini jarang kita temui orang keturunan
Belanda di Indonesia hasil masa kolonial dahulu? Ya ada sih, tapi tidak
sebanyak itu dan rata-rata orang blasteran Indonesia Belanda sekarang karena
menemukan cintanya saat ini bukan karena ada benang merah masa penjajahan
dahulu.
Sebenarnya
jawaban dari pertanyaan itu cukup sederhana yaitu "mereka kembali ke
negaranya." Tapi kenapa mereka kembali? Ternyata dahulu ada sebuah babak
kelam sejarah yang menajadi kunci menghilangnya mereka: sebuah periode yang
oleh Belanda disebut Masa Bersiap. Yuk, kita bahas bareng tentang masa
bersiap ini!
Amarah yang Tersulut Aksi
Balas Dendam Pribumi
Tahun
1945 yang kita peringati sebagai tahun kemerdekaan ternyata
menjadi awal dari bayangan kelam kolonialisme Belanda di Indonesia. Proklamasi
yang berhasil digaungankan Indonesia ternyata tidak menggetarkan Belanda untuk
lengser dari masa penjajahan Indonesia. Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan
Indonesia dan mencoba merebut kembali kekuasaannya. Suasana yang tercipta
begitu mencekam. Kedatangan Belanda seolah menyiramkan bensin ke api amarah
pribumi yang sedang menyala-nyala setelah menggaungkan kemerdekaan Indonesia.
“Kalau badan lagi apes dan kita dicurigai sebagai
“andjing NiCA” (mata-mata Belanda), nasib kita akan jelek sekali. Sudah bagus
kalau cuman dihajar dan digebukin saja,” tulis Kwee Thiam Tjing dalam Indonesia
Raya (15-17 Agustus 1972), seperti dimuat dalam Menjadi
Tjamboek Berdoeri: Memoar Kwee Thiam Tjing (2010).
“Masa itu dikenal sebagai masa perjuangan: Bersiap.
Belanda menamakannya: Bersiap-Periode,” tulis Rosihan Anwar dalam Napak
Tilas ke Belanda: 60 Tahun Perjalanan Wartawan KMB 1949 (2010).
Di sinilah Masa Bersiap dimulai. Periode ini adalah waktu
di mana Pemoeda atau para pemuda pejuang kemerdekaan, dengan seruan
"Siap! Siap!"
melancarkan serangan terhadap siapa pun yang dianggap pro-Belanda.
Kekerasan ini tidak pandang bulu. Korban dari peristiwa ini bukan hanya serdadu
Belanda, melainkan juga ribuan orang Indo-Eropa (peranakan
Belanda-Indonesia), Tionghoa, dan bahkan etnis Maluku atau Manado yang dianggap
bekerja sama dengan kolonial.
Di
kota-kota seperti Depok, yang menjadi pusat komunitas Indo-Eropa
memuncak pada 11 Oktober 1945, terjadi penjarahan, pembunuhan, dan penyiksaan
brutal yang dikenal sebagai peristiwa Gedoran. Kekerasan ini menciptakan
trauma yang luar biasa. Banyak kisah pilu muncul tentang bagaimana warga sipil,
termasuk perempuan dan anak-anak, menjadi korban. Penjarahan, pembunuhan,
bahkan pemerkosaan terjadi di mana-mana.
Meskipun
istilah "Masa Bersiap" lebih sering digunakan dalam literatur sejarah
Belanda, bagi banyak orang Indonesia, periode ini dikenal sebagai Revolusi
Nasional Indonesia, masa di mana rakyat bersatu untuk mempertahankan
kemerdekaan. Namun, di balik
semangat heroik itu, tersimpan pula kisah-kisah kekerasan yang kelam.
Jejak yang Hilang: Dampak
Masa Bersiap
Masa Bersiap adalah titik
balik yang mengubah demografi Indonesia. Kekerasan brutal yang terjadi
mendorong Belanda untuk meninggalkan Indonesia secara besar-besaran.
- Trauma dan Ketidakamanan:
Setelah melewati masa penuh teror, banyak keluarga Belanda dan Indo-Eropa
tidak lagi merasa aman. Mereka hidup dalam ketakutan dan permusuhan.
Dianggap sebagai musuh oleh pribumi, mereka merasa tidak ada lagi tempat
bagi mereka di Indonesia.
- Repatriasi Massal:
Ketika Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun 1949,
pemerintah Belanda memfasilitasi gelombang repatriasi
besar-besaran. Puluhan ribu orang Indo-Eropa yang merasa terasing di tanah
kelahiran mereka akhirnya memilih untuk pindah ke Belanda. Mereka
kehilangan rumah, harta benda, dan identitas.
- Hilangnya Status Sosial:
Sebelumnya, orang Belanda dan Indo-Eropa menempati posisi istimewa dalam
masyarakat. Namun, dengan lahirnya Republik Indonesia, keistimewaan itu
musnah. Perubahan ini, ditambah dengan kondisi politik yang tidak stabil,
semakin meyakinkan mereka untuk memulai hidup baru di tempat lain.
Masa
Bersiap ini menjadi kenangan pahit dalam sebuah perjuangan kemerdekaan,
meskipun heroik, tetapi disisilain juga meninggalkan luka yang mendalam.
Kisah-kisah yang hilang dari orang-orang keturunan Belanda adalah saksi bisu
dari periode kekacauan ini. Memahami Masa Bersiap membantu kita melihat sejarah
dengan lensa yang lebih utuh, menyadari bahwa di balik bendera yang berkibar,
ada banyak cerita sedih yang terlupakan.
Referensi:
https://tirto.id/masa-bersiap-pasca-merdeka-masa-ngeri-tak-ada-sedapnya-cGog